Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 11 Juni 2016

makalah tafsir

Posted by ranika harisah On 19.39 No comments
P E N D A H U L U A N

Penafsiran terhadap Al Qur’an dan penjelasan tentang makna dan ungkapan-ungkapannya telah dimulai sejak masa turun nya Al Qur’an oleh Rasulullah SAW sendiri, beliau adalah guru utama dan  yang pertama mengajarkan Al Qur’an, menjelaskan maksud nya dan menguraikan ungkapan-ungkapannya yang sulit (QS 16 : 44).1
Pada masa Nabi SAW, sekelompok sahabat atas perintah-Nya membaca Al Qur’an, menghapalkan dan mendalaminya. Sesudah Nabi dan Sahabat-sahabtnya wafat, kaum muslimin terus menerus  tetap menafsirkan Al Qur’an sampai sekarang.
Pada mulanya, usaha penafsiran ayat-ayat Al Qur’an berdasarkan ijtihad  masih sangat terbatas dan Terikat oleh satu kosakata, akan tetapi karena situasi dan kondisi masyarakat terus berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, maka berkembang pula peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat Al Qur’an, sehingga bermunculanlah berbagai macam metode penafsiran dengan keanekaragaman corak penafsirannya. Sedang keragaman tersebut didukung pula oleh Al Qur’an sediri, yang keadaannya seperti  yang dikatakan oleh Abdullah Darraz, dalam Al-Naba’ Al ‘azim : “Bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudutyang lain dan tidak mustahil jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih  banyak dari apa yang anda lihat.2
Lantaran perbedaan sudut pandang terhadap Al Qur’an itulah, Quraish Shihab  menemukan ada sekitar 6 (enam) macam corak penafsiran, diantaranya :
1.      Corak sastra bahasa, yang timbul akibat banyaknya orang non Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra.
2.      Corak filsafat dan teologi, akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak, dan akibat masuknya penganut agama lain ke dalam Islam yang masih mempercayai beberapa hal  d an kepercayaan lamanya.
3.      Corak penafsiran Ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsiran untuk memahami ayat Al Qur’an Sejalan dengan perkembangan ilmu.
4.      Corak fiqih atau hukum, akibat berkembanganya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran  mereka terhadap ayat-ayat hukum.
5.      Corak tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan sufi sebagai reaksi dari kecenderungan terhadap materi atau kompensasi terhadap kelemahan yang didasarkan.
6.      Corak satra budaya kemasyarakatan, corak tafsir yang menjelaskan  petunjuk-petunjuk ayat Al Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat. 3
Lalu, dalam makalah ini akan dijelaskan salah satu dari corak-corak tersebut,  yaitu tafsit fiqhy, mulai dari pengertian (definisi)nya, sejarah perkembangannya, macam-macamnya, contoh-contohnya, serta akan dijelaskan pula analisa  kelebihan dan kekurangan dari corak tafsir fidhy ini.

I.       PENGERTIAN  TAFSIR FIQIHY
Memang dalam berbagai literatur yang Penulis jumpai,  tidak atau belum diketemukan keterangan yang jelas, tentang pengertian tafsir fiqhy secara definitive, akan tetapi untuk mendapatkan pengertiannya. Penulis  berusaha mengaitkan dengan pengertian dari fiqih itu sendiri, sebagai bagian dari rangkaian kata Tafsir Fiqhy tersebut.
Menurut para Fuqaha’ (Jumhur mutaakhirrin), memberikan pengertian, fiqih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syarat atau  hukum-hukum fiqih  yang  berpautan dengan masalah-masalah alamiyah yang dikerjakan oleh  para mukallaf sehari-hari, yang diperoleh dari dalail-dalilnya yang tafshil.4
Sejalan dengan pengertian fiqih di atas, apabila  dihadapkan kepada ayat-ayat Al Qur’an yang mengatur perbuatan (amaliyah) manusia,  baik yang seharusnya dikerjakan maupun   yang seharusnya ditinggalkan (ayat-ayat hukum), yang meliputi ibadat, adat, mu’amalah madasiayah da n maliyah, ahwal al syahshiyah, jinayat, uqubat, dusturiyah, dauliyahnya, jihad dan lain sebagainya.5 Maka Tafsir Fiqhy, dapat diartikan sebagai keterangan atau penjelasan yang diberikan oleh Fiqaha’  terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al Qur’an. Dan apabila ditujukan kepada tafsir sebagai kitab, maka tafsir fiqhy adalah kitab tafsir yang menjelaskan ayat-ayat hukum yang ada dalam Al Qur’an secara khusus.  Dalam hal ini manna’ Al Qattan, secara implicit  juga menejelaskan, bahwa  tafsir fiqhy adalah tafsir  yang menggunakan corak pembahasan  ayat-ayat  hukum dalam Al Qur’an.6

II.    SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR FIQHY
Tafsir fiqhy tumbuh dan berkembang dalam masa yang cukup panjang, sehingga keberadaan dari tafsir fiqhy tersebut perlu mendapatkan perhatian yang berarti dalam rangka untuk memahami Al Qur’an secara tepat dan benar, sekaligus sesuai dengan perkembangan zaman dan diterima secara pas oleh manusia di masa berada.
Periodesasi tafsir fiqhy, ada tiga tahap, yaitu :
1.       Pada masa Nabi sampai dengan terbentuknya mazhab-mazhab fiqh Islam.
2.       Masa permulaan berdirinya mazhab fiqh Islam.
3.       Masa tumbuhnya taklid dan  fanatisme mazhab. 7

1.      Pada masa Nabi sampai dengan terbentuknya mazhab-mazhab fiqh Islam.
Sebagai ayat-ayat Al Qur’an terdiri dari ayat-ayat hukum  masalah pemahaman kaum muslimin waktu itu hanyalah sebatas pengetahuan bahasa Arab mereka. Dengan demikian jika mereka menemui kesulitan dalam memahami ayat-ayat tersebut, maka menanyakan langsung kepada Rasulullah SAW. Sehingga penafsiran fiqhiyahnya mereka dapatkan langsung dari Rasulullah sendiri. Hal ini berarti keragaman penafsiran fiqih belum terjadi.
Setelah masa Rasulullah berakhir, permasalahan yang dihadapi kaum muslimin bertambah kompleks, sesuai dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam dan keragaman pemeluknya. Hal ini menuntut peran hukum syar’i yang lebih besar  untuk menjawab semua persoalan yang terjadi. Para Sahabat, apabila mereka menemukan masalah yang perlu di cari penyelesaian hukumnya, maka pertama kali mereka mencari hukumnya dalam Al Qur’an. Dan jika tidak ditemukan hukumnya dalam Al Qur’an, dicarinya dalam hadis Nabi, serta apabila tidak ditemukan dalam keduanya, baru mereka melakukan ijtihad. Akan tetapi diantara hasil ijtihad para Sahabat pun kadangkala terjadi perbedaan pendapat. Sebagai  contohnya perbedaan pendapat antara Umar b. Khattab dengan Ali b. Abi Thali, masalah iddah  bagi wanita hamil yang ditinggal mati suaminya.

III.       MACAM-MACAM TAFSIR FIQHY
Macam-macam tafsir fiqhy, pembagiannya didasarkan  pada macam-macamnya mazhab yang ada. Dan untuk mengenalnya Penulis mengambil datanya dari Al-Tafsi wal mufassirun, dan sebagai pelengkapnya diambil dari Jurnal Al-Hikmah.10
Adapun macam-macamnya sebagai berikut :
A.    Tafsir fidhy mazhab Syi’ah Imamiyah isna A’syariyah diantaranya :
1.      Ayat Al ahkam, oleh Muhammad ibn Sa’ib Al Kalbi (wafat 146 H/763 M).
2.      Tafsir Al-khamsimi’at, oleh Muqatil  Ibn Sulaiman Al Khurasani Al Balkhi (wafat 15 H/767 M).
3.      Tafsir Ayat Al Ahkam, oleh Hisyam Ibn Muhammad Ibn Sa’ib Al-Kalbi Al Kufi (206 H/821 M).
4.      Ahkam Al Ahkam, oleh ‘Abbad ibn Abbas Al Thaliqani.
5.      Syarh Ayat Al Ahkam, oleh Isma’il ibn ‘Abbad.
6.      Al Ibanah ‘an Ma’ani Al Qira’at, oleh  makki ibn Abi Thalib Al Qaysi (437 H/1045 M).
7.      Fiqh Al Qur’an fi Ayat Al Ahkam, oleh Quthb Al Din Al Rawandi.
8.      Tafsir Al Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad ibn Husein Al Bayhaqi Al  Hisyaburi ( 576 H/1180 M).
9.      Al Nihayah Fi tafsir Al Khamsimi’at Al Ahkam, oleh Ahmad ibn ‘Abd Allah Mutawwaj Al Bahrayni (771 H/1369 M).
10.  Kanz Al ‘Irfan fi Fiqh Al Qur’an, oleh Fadhil Niqbad ibn ‘Abd Allah Al Suyuri Al Asadi Al Hilli (826 H/1423 M). dan masih banyak lagi yang belum tercatat.

B.     Tafsir Fiqhy mazhab Syi’ah Zaydiyah, di antaranya :
1.      Syarh Ayat Al Ahkam, oleh yahya ibnu Hamzah Al Yamani (749 H/1348 M).
2.      Ayat Al Ahkam, oleh Ahmad ibn Yahya Al  Yamani, tidak dicetak.
3.      Syarh Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad ibnu yahya Sha’di Al Yamani.
4.      Ayat Al Ahkam, oleh Husayn Al ‘Amri Al  Yamani (1380/1960).
5.      Syarh Ayat Al Ahkam, oleh yahya ibn Muhammad Al hasani, tidak dicetak.
6.      Syarah Al khamsimi’at Ayat, oleh Husayn ibn Ahmad Al Najry (abad 8 H).
7.      Al Tsmarat Al Yani’ah Wa Al Ahkam Al Wadhihah Al Qathi’ah, oleh Syamsuddin ibnu Yusuf ibn Ahmad (a bad 9 H).
8.      Muntaha Al Maram, oleh Muhammad ibnu Husain ibnu Qasim (abad 8H).

C.    Tafsir fiqih mazhab Hanafi, di antaranya :
1.      Ahkam Al Qur’an, oleh ‘Aliibn Hajar Sa’di Al Azdi Al Thahawisani (wafat 244 H/858 M).
2.      Ayat Al Ahkam, oleh ‘Ali ibn Musa (35 H/917 M).
3.      Ahkam Al Qur’an, oleh Ahmad ibn Muhammad Al Azdi Al thahawi Al Mishri (370 H/933 M).
4.      Syarh Ahkam Al Qur’an, oleh Ahmad ibn ‘Ali Al Razi (Al Jashshash (370 H/980 M).
5.      Mukhtashar Ahkam Al Qur’an, oleh Makki ibn Abi Thalib Al Qaysi Al Qayrwani (437 H/1045 M).
6.      Anwar Al Qur’an fi Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad Kafi ibn hasan Al Basandi Al Iqhishari (1025 H/1616 M).
7.      Anwar Al Qur’an fi Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad Syams Aldin Al Harawi Al bukhari (119 H/1697 M), tidak di cetak.
8.      Ahkam Al Qur’an, oleh Isma’il Haqqi (1127 H/1715 M).
9.      Madarik Al Ahkam dan Anwar Al Qur’an, oleh ‘Abd Allah Al Balkhi (1189 H/1775 M), tidak dicetak.
10.  Ahkam Al Qur’an,  oleh ‘Abd Allah Al husayni Al Hindi.
11.  Nayl Al Murad min tafsir Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad Shiddiq Al Bukhari (1307 H/1889 M).
12.  Al Tafsirat  Al Ahmadiyah  fi Al  Ayat Al Syari’ah, oleh Mula Beon di india (abad 11 H).

D.    Tafsir Fiqhy  mazhab Maliki, diantaranya :
1.      Ahkam Al Qur’an , Oleh Ahmad ibn mudhal (240 H/854 M).
2.      Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad ibn ‘abd Allah (Ibn Al hakam) (268 H/881 M).
3.      Ayat AL Ahkam, oleh Isma’il ibn Ishaq Al Azdi (282 H / 895 M)
4.      Ayat Al Ahkam, oleh Al Qasim ibn Ashbagh Al Qurthubi Al Andalusi (304 H / 916 M)
5.      Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad ibn Al Tamimi (305 H / 917 M)
6.      Ahkam Al Qur’an, oleh Musa ibn Al ‘Abd Al Rahman (Qattan) 306 H / 918 M)
7.      Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad ibn Al Qosim (ibn Al Qurtubhi)
8.      Ahkam Al Qur’an, oleh Ahmad ibn ‘Ali (Al Baghati)
9.      Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad ibn ‘Adb Allah Al Andalusi (Ibn Al ‘Arabi) wafat th 543 H / 1148 M
10.  Ahkam Al Qur’an, oleh ‘Abd Al Mun’im ibn Muhammad Al Andalusi Al Gharnathi (597 H / 1200 M)
11.  Ayat Al Ahkam, oleh Yahya ibn Sa’dun Al Azdi Al Andalusi
12.  Jami’ Ahkam Al Qur’an Al Mubin, oleh Muhammad ibn Ahmad Al Anshari Al Kazrazi (671 H / 1272 M)

E.     Tafsir Fiqhy Mazhab Syafi’i , diantaranya :
1.      Ahkam Al Qur’an, oleh Al Kaya Al Haras (Abad 6 H)
2.      Al Kaul Al Wajiz fi Ahkam Al Kitab Al Aziz, oleh Syihabuddin Al Halabi
3.      Ahkam Al Kitab Al Mubin, oleh Abdullah Mahmud Al Syanfaki, (abad 9 H)
4.      Iklil fi Istinbath Al Tanzil, oleh Jalaluddin Al Suyuthi, (abad 10 H)
5.      Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad ibn Idris Al Syafi’i (204 H)
6.      Ahkam Al Qur’an, oleh Ibrahim ibn Khalid (Abu Tur Al Kalbi)


F.     Tafsir Fiqhy Mazhab Hanbali, diantaranya :
1.      Ayat Al Ahkam, oleh Qadhi Abu Ya’la Al Kabir (458 H / 1066 M)
2.      Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad Abu Bakar Al Dimasyqi Al Razi, (Ibn Al Qayyim Al Jawzi) (751 H / 1350 M)

G.    Tafsir Fiqhi Mazhab Zahiri, diantaranya :
1.      Ahkam Al Qur’an, oleh Dawud ibn ‘Ali Al Zhahiri Al Isfahani
2.      Ahkam Al Qur’an, oleh ‘Abd Allah ibn Ahmad (ibn Al Muflis)

Untuk mengenal tafsir fiqhy lebih dalam lagi, perlu diketahui secara detail, beberapa tafsir fiqih yang terkenal diantaranya :
1.       Ahkam Al Qur’an (Al Jashshash)
Kitab tafsir ini dikarang oleh Abu Bakr Ahmad ibn ‘Ali Al Razi, yang cukup terkenal dengan sebutan Al Jashshash. Ia merupakan imam fiqh Hanafi pada abad ke 4 (empat) Hijriyah, kitabnya dipandang sebagai kitab tafsir fiqh yang terpenting, terutama bagi pengikut mazhab Hanafi.
Al Jassas dalam kitabnya ini, telah memaparkan semua surat-surat Al Qur’an, tetapi ia banyak menjelaskan panjang lebar tentang ayat-ayat yang ada relevansinya dengan hukum. Sistimatiska yang dipakai adalah urutan bab per bab, sebagaimana yang dikenal dalam kitab fiqh dan setiap bab diberi judul (nama bab), dimana penulis selanjutnya menjelaskan keterangannya di dalamnya. Menurut Husein Al Zahabi, kitab Al Jassas ini lebih terkesan sebagai kitab fiqh Muqarin, ketimbang tafsir fiqih, karena Al Jassas tidak hanya menerangkan hukum yang dapat diistinbathkan dari suatu ayat, akan tetapi lebih jauh ia menjelaskan berbagai masalah fiqh yang telah diperselisihkan oleh para Imam Fiqh. Dan Al Jassas pun banyak menonjolkan sikap fanatiknya terhadap mazhab Hanafi dan menolak pendapat-pendapat Imam yang lainnya.

2.       Ahkam Al Qur’an (Oleh Kiya Al Haras)
Tafsir fiqhy Kiya Al Haras ini bercorak mazhab Imam Syafi’i dan ia sendiri merupakan pakar fiqh Syafi’i di awal abad ke 6 H. Tafsir ini dianggap sebagai kitab tafsir fiqh Syafi’i yang terpenting sebagaimana tafsir Al Jassas. Kesamaan antara kedua tafsir ini dengan yang lainnya adalah fanatisme mazhabnya yang amat menonjol. Fanatisme pengarang nampak jelas pada muqaddimah tafsirnya. Akan tetapi ia tidak sampai mencela Imam-imam yang lain sebagaimana yang dilakukan Al Jassas.

3.       Ahkam Al Qur’an (Ibn Al ‘Arabi)
Dalam kitabnya ini Ibn Al ‘Arabi menggunakan sistem pembahasan dengan menyebutkan satu surat, kemudian menjelaskan beberapa ayat yang di dalamnya terdapat hukum-hukum. Kemudian ia menjelaskan ayat hukum tersebut satu pesatu, misalnya pada ayat pertama terdapat lima masalah, pada ayat kedua 7 masalah dan seterusnya.
Corak lain yang menjadi ciri tafsir ini adalah kecenderungannya dalam istinbath hukum tetap merujuk kepada bahasa Arab, sangat menghindari cerita-cerita israiliyyat yang penggunaan hadis-hadis dla’if. Disamping fanatisme Maliki tetap ada, tapi juga banyak terlihat sikap kenetralan Ibn Al ‘Arabi dalam banyak hal, sehingga sering kali tafsir ini dijadikan tujukan umum, meskipun bermazhab Maliki.

4.       Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an (tafsir Al Qurthubi)
Kitab ini dikarang oleh Imam Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Ahmad ibn Abi Bakar ibn Farih Al Qurthubi, yang hidup di abad 7 Hijriyah dna merupakan seorang Mufassir ternamka di Spanyol.
Pada Muqaddimah, Al Qurthubi menjelaskan maksud penulisan tafsir serta cara penulisan yang dipakainyta. Ia tergerak hatinya untuk menulis buku tafsir, sebagai jawaban tantangan yang berkembang dari kaum rasionalis Mu’tazilah, Al Rawafidah, filosuf dan ekstrim sufi lainnya. Jawaban tersebut ia tuangkan melalui karyanya yang tidak hanya membatasi diri pada ayat-ayat hukum, tapi juga menafsirkan ayat-ayat lain secara menyeluruh. Cara yang ditempuh adalah menyebutkan asbabu al nuzul, menghubungkan pendapat-pendapat yang lain, menyediakan paragraph khusus bagi kisah mufassir serta mengutip ungkapan Ulama’ terdahulu.
Yang terpenting dari kitab ini dibanding dengan kktab tafsir fiqih lainnya adalah sikap netral dan tiadanya fanatisme Al Qurthubi terhadap mazhab Mailikinya. Penjelasan-penjealsan di sertai detail detail yang dipandang benar meskipun dalil tersebut datangnya dari selain mazhab Maliki.

5.       Kanz Al Irfan  Fi Fiqh Al Qur’an
Kitab tafsir ini dikarang oleh Miqdad ibn ‘Abd Allah Al Suyuri Al Asadi Al Hilli, beliau wafat pada tahun 826 H / 1423 M, yang menganut mazhab Syi’ah Imamiyah Isna Asyari’ah. Sistematika pembahasan tafsir ini menggunakan cara pembagian per bab-bab kemudian dari topik-topik tersebut dijelaskanlah ayat-ayat yang berkenaan dengannya, misalnya Bab Thaharah, selanjutnya Penulis menjelaskan satu per satu ayat-ayat yang ada hubungannya dengan thaharah dan mengeluarkan hukum darinya. Alasan-alasan yang menguatkan mazhabnya, juga disertai dengan penolakannya terhadap mazhab lain. Menurut Al Zahaby, argumen yang dikemukakan oleh Al Suyyuri bersumber kepada dua hal, yaitu dalil Aqli dan dakwaan bahwa apa yang disampaikannya merupakan hal yang diajarkan oleh Ahl Al Bait. Sehingga membuat dalil-dalil yang dipakai banyak yang lemah, dan hal ini dilakukan hanya semata untuk membela pendapat atau mazhabnya Syi’ah.

IV.  KEKURANGAN DAN KELEBIHAN TAFSIR FIQHY
Setiap kali kita dihadapkan pada suatu penilaian kebaikan dan kebenaran atas segala sesuatu yang menyangkut kebenaran Agama, maka harus bersikap hati-hati, termasuk penilaian terhadap tafsir fiqhy ini, apalagi tafsir fiqhy ini merupakan karya para Ulama sekaligus Fuqaha’ yang sangat commit terhadap agamanya. Tapi hal ini bukan berarti kita harus menerima apa adanya tanpa sikap kritis, sebab sepanjang penafsiran itu dilakukan oleh manusia dengan cara dan metode yang baik sekalipun, tetap tak lepas dari kelemahan dan kekurangannya. Memang Al Qur’an sebagai firman Tuhan adalah sempurna, tidak mengandung kekurangan dan kotradiksi sedikitpun, tapi penafsirannya bisa terjadi tidak sempurna karena dilakukan  oleh manusia yang tidak sempurna seperti Tuhan.
Disamping itu, menurut Al Zahaby, bahwa keahlian seseorang dalam disiplin ilmu tertentu sangatlah mempengaruhi terhadapa warna atau corak tafsir yang ditulisnya, misalnya ahli nahwu akan menekankan penafsiran pada masalah I’rab, ahli filsafat akan memusatkan perhatiannya pada pemikiran-pemikiran para filosuf, ahli sejarah akan banyak mengemukakan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa masa lampau, para ahli sufi, juga akan memberikan penafsiran hal-hal yang bersifat bathini, begitu pula para ahli fiqh, juga akan memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah hukum, lengkap dengan cabang-cabangnya serta dalil-dalilnya, yang juga tak lepas dari pengaruh mazhab yang diyakininya. Dan semua Penafsir, sangatlah dipengaruhi oleh tempat dan zaman mereka hidup.


0 komentar:

Posting Komentar

Site search

    Blogger news

    Blogroll

    About