P E N D A H U L
U A N
Penafsiran terhadap Al Qur’an dan penjelasan tentang
makna dan ungkapan-ungkapannya telah dimulai sejak masa turun nya Al Qur’an
oleh Rasulullah SAW sendiri, beliau adalah guru utama dan yang pertama mengajarkan Al Qur’an, menjelaskan
maksud nya dan menguraikan ungkapan-ungkapannya yang sulit (QS 16 : 44).1
Pada masa Nabi SAW, sekelompok sahabat atas perintah-Nya
membaca Al Qur’an, menghapalkan dan mendalaminya. Sesudah Nabi dan
Sahabat-sahabtnya wafat, kaum muslimin terus menerus tetap menafsirkan Al Qur’an sampai sekarang.
Pada mulanya, usaha penafsiran ayat-ayat Al Qur’an
berdasarkan ijtihad masih sangat
terbatas dan Terikat oleh satu kosakata, akan tetapi karena situasi dan kondisi
masyarakat terus berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, maka berkembang
pula peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat Al Qur’an, sehingga
bermunculanlah berbagai macam metode penafsiran dengan keanekaragaman corak
penafsirannya. Sedang keragaman tersebut didukung pula oleh Al Qur’an sediri,
yang keadaannya seperti yang dikatakan
oleh Abdullah Darraz, dalam Al-Naba’ Al ‘azim : “Bagaikan intan yang
setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari
sudut-sudutyang lain dan tidak mustahil jika anda mempersilahkan orang lain
memandangnya, maka ia akan melihat lebih
banyak dari apa yang anda lihat.2
Lantaran perbedaan sudut pandang terhadap Al Qur’an
itulah, Quraish Shihab menemukan ada
sekitar 6 (enam) macam corak penafsiran, diantaranya :
1.
Corak sastra bahasa, yang
timbul akibat banyaknya orang non Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat
kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra.
2.
Corak filsafat dan teologi,
akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak, dan
akibat masuknya penganut agama lain ke dalam Islam yang masih mempercayai
beberapa hal d an kepercayaan lamanya.
3.
Corak penafsiran Ilmiah, akibat
kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsiran untuk memahami ayat Al Qur’an
Sejalan dengan perkembangan ilmu.
4.
Corak fiqih atau hukum, akibat
berkembanganya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang setiap
golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan
penafsiran-penafsiran mereka terhadap
ayat-ayat hukum.
5.
Corak tasawuf, akibat timbulnya
gerakan-gerakan sufi sebagai reaksi dari kecenderungan terhadap materi atau
kompensasi terhadap kelemahan yang didasarkan.
6.
Corak satra budaya
kemasyarakatan, corak tafsir yang menjelaskan
petunjuk-petunjuk ayat Al Qur’an yang berkaitan langsung dengan
kehidupan masyarakat. 3
Lalu, dalam makalah ini akan dijelaskan salah satu dari
corak-corak tersebut, yaitu tafsit
fiqhy, mulai dari pengertian (definisi)nya, sejarah perkembangannya,
macam-macamnya, contoh-contohnya, serta akan dijelaskan pula analisa kelebihan dan kekurangan dari corak tafsir
fidhy ini.
I.
PENGERTIAN TAFSIR FIQIHY
Memang dalam berbagai literatur yang
Penulis jumpai, tidak atau belum
diketemukan keterangan yang jelas, tentang pengertian tafsir fiqhy secara
definitive, akan tetapi untuk mendapatkan pengertiannya. Penulis berusaha mengaitkan dengan pengertian dari
fiqih itu sendiri, sebagai bagian dari rangkaian kata Tafsir Fiqhy
tersebut.
Menurut para Fuqaha’ (Jumhur
mutaakhirrin), memberikan pengertian, fiqih adalah ilmu yang menerangkan
hukum-hukum syarat atau hukum-hukum
fiqih yang berpautan dengan masalah-masalah alamiyah
yang dikerjakan oleh para mukallaf
sehari-hari, yang diperoleh dari dalail-dalilnya yang tafshil.4
Sejalan dengan pengertian fiqih di
atas, apabila dihadapkan kepada
ayat-ayat Al Qur’an yang mengatur perbuatan (amaliyah) manusia, baik yang seharusnya dikerjakan maupun yang seharusnya ditinggalkan (ayat-ayat
hukum), yang meliputi ibadat, adat, mu’amalah madasiayah da n maliyah, ahwal al
syahshiyah, jinayat, uqubat, dusturiyah, dauliyahnya, jihad dan lain
sebagainya.5 Maka Tafsir Fiqhy, dapat diartikan sebagai keterangan
atau penjelasan yang diberikan oleh Fiqaha’
terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al Qur’an. Dan apabila ditujukan
kepada tafsir sebagai kitab, maka tafsir fiqhy adalah kitab tafsir yang
menjelaskan ayat-ayat hukum yang ada dalam Al Qur’an secara khusus. Dalam hal ini manna’ Al Qattan, secara
implicit juga menejelaskan, bahwa tafsir fiqhy adalah tafsir yang menggunakan corak pembahasan ayat-ayat
hukum dalam Al Qur’an.6
II.
SEJARAH PERKEMBANGAN
TAFSIR FIQHY
Tafsir fiqhy tumbuh dan berkembang
dalam masa yang cukup panjang, sehingga keberadaan dari tafsir fiqhy tersebut
perlu mendapatkan perhatian yang berarti dalam rangka untuk memahami Al Qur’an
secara tepat dan benar, sekaligus sesuai dengan perkembangan zaman dan diterima
secara pas oleh manusia di masa berada.
Periodesasi tafsir fiqhy, ada tiga
tahap, yaitu :
1.
Pada masa Nabi sampai dengan
terbentuknya mazhab-mazhab fiqh Islam.
2.
Masa permulaan berdirinya
mazhab fiqh Islam.
3.
Masa tumbuhnya taklid dan fanatisme mazhab. 7
1.
Pada masa Nabi sampai
dengan terbentuknya mazhab-mazhab fiqh Islam.
Sebagai ayat-ayat Al Qur’an terdiri
dari ayat-ayat hukum masalah pemahaman
kaum muslimin waktu itu hanyalah sebatas pengetahuan bahasa Arab mereka. Dengan
demikian jika mereka menemui kesulitan dalam memahami ayat-ayat tersebut, maka
menanyakan langsung kepada Rasulullah SAW. Sehingga penafsiran fiqhiyahnya
mereka dapatkan langsung dari Rasulullah sendiri. Hal ini berarti keragaman penafsiran
fiqih belum terjadi.
Setelah masa Rasulullah berakhir,
permasalahan yang dihadapi kaum muslimin bertambah kompleks, sesuai dengan
semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam dan keragaman pemeluknya. Hal ini
menuntut peran hukum syar’i yang lebih besar
untuk menjawab semua persoalan yang terjadi. Para Sahabat, apabila
mereka menemukan masalah yang perlu di cari penyelesaian hukumnya, maka pertama
kali mereka mencari hukumnya dalam Al Qur’an. Dan jika tidak ditemukan hukumnya
dalam Al Qur’an, dicarinya dalam hadis Nabi, serta apabila tidak ditemukan
dalam keduanya, baru mereka melakukan ijtihad. Akan tetapi diantara hasil
ijtihad para Sahabat pun kadangkala terjadi perbedaan pendapat. Sebagai contohnya perbedaan pendapat antara Umar b.
Khattab dengan Ali b. Abi Thali, masalah iddah
bagi wanita hamil yang ditinggal mati suaminya.
III.
MACAM-MACAM TAFSIR FIQHY
Macam-macam tafsir fiqhy,
pembagiannya didasarkan pada
macam-macamnya mazhab yang ada. Dan untuk mengenalnya Penulis mengambil datanya
dari Al-Tafsi wal mufassirun, dan sebagai pelengkapnya diambil dari
Jurnal Al-Hikmah.10
Adapun macam-macamnya sebagai berikut
:
A.
Tafsir fidhy mazhab
Syi’ah Imamiyah isna A’syariyah diantaranya :
1.
Ayat Al ahkam, oleh Muhammad ibn Sa’ib Al Kalbi (wafat 146 H/763 M).
2.
Tafsir Al-khamsimi’at, oleh Muqatil Ibn Sulaiman
Al Khurasani Al Balkhi (wafat 15 H/767 M).
3.
Tafsir Ayat Al Ahkam, oleh Hisyam Ibn Muhammad Ibn Sa’ib Al-Kalbi Al Kufi (206 H/821 M).
4.
Ahkam Al Ahkam, oleh ‘Abbad ibn Abbas Al Thaliqani.
5.
Syarh Ayat Al Ahkam, oleh Isma’il ibn ‘Abbad.
6.
Al Ibanah ‘an Ma’ani Al
Qira’at, oleh
makki ibn Abi Thalib Al Qaysi (437 H/1045 M).
7.
Fiqh Al Qur’an fi Ayat Al
Ahkam, oleh Quthb Al Din Al Rawandi.
8.
Tafsir Al Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad ibn Husein Al Bayhaqi Al Hisyaburi ( 576 H/1180 M).
9.
Al Nihayah Fi tafsir Al
Khamsimi’at Al Ahkam, oleh Ahmad ibn ‘Abd Allah
Mutawwaj Al Bahrayni (771 H/1369 M).
10.
Kanz Al ‘Irfan fi Fiqh Al
Qur’an, oleh Fadhil Niqbad ibn ‘Abd Allah Al Suyuri
Al Asadi Al Hilli (826 H/1423 M). dan masih banyak lagi yang belum tercatat.
B.
Tafsir Fiqhy mazhab
Syi’ah Zaydiyah, di antaranya :
1.
Syarh Ayat Al Ahkam, oleh yahya ibnu Hamzah Al Yamani (749 H/1348 M).
2.
Ayat Al Ahkam, oleh Ahmad ibn Yahya Al
Yamani, tidak dicetak.
3.
Syarh Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad ibnu yahya Sha’di Al Yamani.
4.
Ayat Al Ahkam, oleh Husayn Al ‘Amri Al
Yamani (1380/1960).
5.
Syarh Ayat Al Ahkam, oleh yahya ibn Muhammad Al hasani, tidak dicetak.
6.
Syarah Al khamsimi’at Ayat, oleh Husayn ibn Ahmad Al Najry (abad 8 H).
7.
Al Tsmarat Al Yani’ah Wa Al
Ahkam Al Wadhihah Al Qathi’ah, oleh Syamsuddin ibnu
Yusuf ibn Ahmad (a bad 9 H).
8.
Muntaha Al Maram, oleh Muhammad
ibnu Husain ibnu Qasim (abad 8H).
C.
Tafsir fiqih mazhab
Hanafi, di antaranya :
1.
Ahkam Al Qur’an, oleh ‘Aliibn Hajar Sa’di Al Azdi Al Thahawisani (wafat 244 H/858
M).
2.
Ayat Al Ahkam, oleh ‘Ali ibn Musa (35 H/917 M).
3.
Ahkam Al Qur’an, oleh Ahmad ibn Muhammad Al Azdi Al thahawi Al Mishri (370 H/933
M).
4.
Syarh Ahkam Al Qur’an, oleh Ahmad ibn ‘Ali Al Razi (Al Jashshash (370 H/980 M).
5.
Mukhtashar Ahkam Al Qur’an, oleh Makki ibn Abi Thalib Al Qaysi Al Qayrwani (437 H/1045 M).
6.
Anwar Al Qur’an fi Ahkam Al
Qur’an, oleh Muhammad Kafi ibn hasan Al Basandi Al
Iqhishari (1025 H/1616 M).
7.
Anwar Al Qur’an fi Ahkam Al
Qur’an, oleh Muhammad Syams Aldin Al Harawi Al
bukhari (119 H/1697 M), tidak di cetak.
8.
Ahkam Al Qur’an, oleh Isma’il Haqqi (1127 H/1715 M).
9.
Madarik Al Ahkam dan Anwar Al Qur’an, oleh ‘Abd Allah Al Balkhi (1189 H/1775
M), tidak dicetak.
10.
Ahkam Al Qur’an, oleh ‘Abd Allah Al husayni
Al Hindi.
11.
Nayl Al Murad min tafsir
Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad Shiddiq Al Bukhari
(1307 H/1889 M).
12.
Al Tafsirat Al Ahmadiyah
fi Al Ayat Al Syari’ah, oleh Mula Beon di india (abad 11 H).
D.
Tafsir Fiqhy mazhab Maliki,
diantaranya :
1.
Ahkam Al Qur’an , Oleh Ahmad ibn mudhal (240 H/854 M).
2.
Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad ibn ‘abd Allah (Ibn Al hakam) (268 H/881 M).
3.
Ayat AL Ahkam, oleh Isma’il ibn Ishaq Al Azdi (282 H / 895 M)
4.
Ayat Al Ahkam, oleh Al Qasim ibn Ashbagh Al Qurthubi Al Andalusi (304 H / 916 M)
5.
Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad ibn Al Tamimi (305 H / 917 M)
6.
Ahkam Al Qur’an, oleh Musa ibn Al ‘Abd Al Rahman (Qattan) 306 H / 918 M)
7.
Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad ibn Al Qosim (ibn Al Qurtubhi)
8.
Ahkam Al Qur’an, oleh Ahmad ibn ‘Ali (Al Baghati)
9.
Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad ibn ‘Adb Allah Al Andalusi (Ibn Al ‘Arabi) wafat th
543 H / 1148 M
10.
Ahkam Al Qur’an, oleh ‘Abd Al Mun’im ibn Muhammad Al Andalusi Al Gharnathi (597
H / 1200 M)
11.
Ayat Al Ahkam, oleh Yahya ibn Sa’dun Al Azdi Al Andalusi
12.
Jami’ Ahkam Al Qur’an Al
Mubin, oleh Muhammad ibn Ahmad Al Anshari Al Kazrazi
(671 H / 1272 M)
E.
Tafsir Fiqhy Mazhab
Syafi’i , diantaranya :
1.
Ahkam Al Qur’an, oleh Al Kaya Al Haras (Abad 6 H)
2.
Al Kaul Al Wajiz fi Ahkam Al
Kitab Al Aziz, oleh Syihabuddin Al Halabi
3.
Ahkam Al Kitab Al Mubin, oleh Abdullah Mahmud Al Syanfaki, (abad 9 H)
4.
Iklil fi Istinbath Al Tanzil, oleh Jalaluddin Al Suyuthi, (abad 10 H)
5.
Ahkam Al Qur’an, oleh Muhammad ibn Idris Al Syafi’i (204 H)
6.
Ahkam Al Qur’an, oleh Ibrahim ibn Khalid (Abu Tur Al Kalbi)
F.
Tafsir Fiqhy Mazhab
Hanbali, diantaranya :
1.
Ayat Al Ahkam, oleh Qadhi Abu Ya’la Al Kabir (458 H / 1066 M)
2.
Ayat Al Ahkam, oleh Muhammad Abu Bakar Al Dimasyqi Al Razi, (Ibn Al Qayyim Al
Jawzi) (751 H / 1350 M)
G.
Tafsir Fiqhi Mazhab
Zahiri, diantaranya :
1.
Ahkam Al Qur’an, oleh Dawud ibn ‘Ali Al Zhahiri Al Isfahani
2.
Ahkam Al Qur’an, oleh ‘Abd Allah ibn Ahmad (ibn Al Muflis)
Untuk mengenal tafsir fiqhy lebih dalam lagi, perlu
diketahui secara detail, beberapa tafsir fiqih yang terkenal diantaranya :
1.
Ahkam Al Qur’an (Al
Jashshash)
Kitab tafsir ini dikarang oleh Abu
Bakr Ahmad ibn ‘Ali Al Razi, yang cukup terkenal dengan sebutan Al Jashshash.
Ia merupakan imam fiqh Hanafi pada abad ke 4 (empat) Hijriyah, kitabnya
dipandang sebagai kitab tafsir fiqh yang terpenting, terutama bagi pengikut
mazhab Hanafi.
Al Jassas dalam kitabnya ini,
telah memaparkan semua surat-surat Al Qur’an, tetapi ia banyak menjelaskan
panjang lebar tentang ayat-ayat yang ada relevansinya dengan hukum.
Sistimatiska yang dipakai adalah urutan bab per bab, sebagaimana yang dikenal
dalam kitab fiqh dan setiap bab diberi judul (nama bab), dimana penulis
selanjutnya menjelaskan keterangannya di dalamnya. Menurut Husein Al Zahabi,
kitab Al Jassas ini lebih terkesan sebagai kitab fiqh Muqarin, ketimbang tafsir
fiqih, karena Al Jassas tidak hanya menerangkan hukum yang dapat diistinbathkan
dari suatu ayat, akan tetapi lebih jauh ia menjelaskan berbagai masalah fiqh
yang telah diperselisihkan oleh para Imam Fiqh. Dan Al Jassas pun banyak
menonjolkan sikap fanatiknya terhadap mazhab Hanafi dan menolak
pendapat-pendapat Imam yang lainnya.
2.
Ahkam Al Qur’an (Oleh Kiya Al Haras)
Tafsir fiqhy Kiya Al Haras ini bercorak mazhab Imam
Syafi’i dan ia sendiri merupakan pakar fiqh Syafi’i di awal abad ke 6 H. Tafsir
ini dianggap sebagai kitab tafsir fiqh Syafi’i yang terpenting sebagaimana
tafsir Al Jassas. Kesamaan antara kedua tafsir ini dengan yang lainnya adalah
fanatisme mazhabnya yang amat menonjol. Fanatisme pengarang nampak jelas pada
muqaddimah tafsirnya. Akan tetapi ia tidak sampai mencela Imam-imam yang lain
sebagaimana yang dilakukan Al Jassas.
3.
Ahkam Al Qur’an (Ibn Al ‘Arabi)
Dalam kitabnya ini Ibn Al ‘Arabi menggunakan sistem
pembahasan dengan menyebutkan satu surat, kemudian menjelaskan beberapa ayat
yang di dalamnya terdapat hukum-hukum. Kemudian ia menjelaskan ayat hukum tersebut
satu pesatu, misalnya pada ayat pertama terdapat lima masalah, pada ayat kedua
7 masalah dan seterusnya.
Corak lain yang menjadi ciri tafsir ini adalah
kecenderungannya dalam istinbath hukum tetap merujuk kepada bahasa Arab, sangat
menghindari cerita-cerita israiliyyat yang penggunaan hadis-hadis dla’if.
Disamping fanatisme Maliki tetap ada, tapi juga banyak terlihat sikap
kenetralan Ibn Al ‘Arabi dalam banyak hal, sehingga sering kali tafsir ini
dijadikan tujukan umum, meskipun bermazhab Maliki.
4.
Al Jami’ Li Ahkam Al
Qur’an (tafsir Al Qurthubi)
Kitab ini dikarang oleh Imam Abi ‘Abdillah Muhammad ibn
Ahmad ibn Abi Bakar ibn Farih Al Qurthubi, yang hidup di abad 7 Hijriyah dna
merupakan seorang Mufassir ternamka di Spanyol.
Pada Muqaddimah, Al Qurthubi menjelaskan maksud
penulisan tafsir serta cara penulisan yang dipakainyta. Ia tergerak hatinya
untuk menulis buku tafsir, sebagai jawaban tantangan yang berkembang dari kaum
rasionalis Mu’tazilah, Al Rawafidah, filosuf dan ekstrim sufi lainnya. Jawaban tersebut
ia tuangkan melalui karyanya yang tidak hanya membatasi diri pada ayat-ayat
hukum, tapi juga menafsirkan ayat-ayat lain secara menyeluruh. Cara yang
ditempuh adalah menyebutkan asbabu al nuzul, menghubungkan pendapat-pendapat
yang lain, menyediakan paragraph khusus bagi kisah mufassir serta mengutip
ungkapan Ulama’ terdahulu.
Yang terpenting dari kitab ini dibanding dengan kktab
tafsir fiqih lainnya adalah sikap netral dan tiadanya fanatisme Al Qurthubi
terhadap mazhab Mailikinya. Penjelasan-penjealsan di sertai detail detail yang
dipandang benar meskipun dalil tersebut datangnya dari selain mazhab Maliki.
5.
Kanz Al Irfan Fi Fiqh Al Qur’an
Kitab tafsir ini dikarang oleh Miqdad ibn ‘Abd Allah Al
Suyuri Al Asadi Al Hilli, beliau wafat pada tahun 826 H / 1423 M, yang menganut
mazhab Syi’ah Imamiyah Isna Asyari’ah. Sistematika pembahasan tafsir ini
menggunakan cara pembagian per bab-bab kemudian dari topik-topik tersebut
dijelaskanlah ayat-ayat yang berkenaan dengannya, misalnya Bab Thaharah,
selanjutnya Penulis menjelaskan satu per satu ayat-ayat yang ada hubungannya
dengan thaharah dan mengeluarkan hukum darinya. Alasan-alasan yang menguatkan
mazhabnya, juga disertai dengan penolakannya terhadap mazhab lain. Menurut Al
Zahaby, argumen yang dikemukakan oleh Al Suyyuri bersumber kepada dua hal,
yaitu dalil Aqli dan dakwaan bahwa apa yang disampaikannya merupakan hal yang
diajarkan oleh Ahl Al Bait. Sehingga membuat dalil-dalil yang dipakai banyak
yang lemah, dan hal ini dilakukan hanya semata untuk membela pendapat atau
mazhabnya Syi’ah.
IV. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN
TAFSIR FIQHY
Setiap kali kita dihadapkan pada suatu penilaian
kebaikan dan kebenaran atas segala sesuatu yang menyangkut kebenaran Agama,
maka harus bersikap hati-hati, termasuk penilaian terhadap tafsir fiqhy ini,
apalagi tafsir fiqhy ini merupakan karya para Ulama sekaligus Fuqaha’ yang
sangat commit terhadap agamanya. Tapi hal ini bukan berarti kita harus menerima
apa adanya tanpa sikap kritis, sebab sepanjang penafsiran itu dilakukan oleh manusia
dengan cara dan metode yang baik sekalipun, tetap tak lepas dari kelemahan dan
kekurangannya. Memang Al Qur’an sebagai firman Tuhan adalah sempurna, tidak
mengandung kekurangan dan kotradiksi sedikitpun, tapi penafsirannya bisa
terjadi tidak sempurna karena dilakukan
oleh manusia yang tidak sempurna seperti Tuhan.
Disamping itu, menurut Al Zahaby, bahwa keahlian
seseorang dalam disiplin ilmu tertentu sangatlah mempengaruhi terhadapa warna
atau corak tafsir yang ditulisnya, misalnya ahli nahwu akan menekankan
penafsiran pada masalah I’rab, ahli filsafat akan memusatkan perhatiannya pada
pemikiran-pemikiran para filosuf, ahli sejarah akan banyak mengemukakan
tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa masa lampau, para ahli sufi, juga akan
memberikan penafsiran hal-hal yang bersifat bathini, begitu pula para ahli
fiqh, juga akan memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah hukum, lengkap
dengan cabang-cabangnya serta dalil-dalilnya, yang juga tak lepas dari pengaruh
mazhab yang diyakininya. Dan semua Penafsir, sangatlah dipengaruhi oleh tempat
dan zaman mereka hidup.
0 komentar:
Posting Komentar